Friday, January 09, 2009

MENJADI ORANG SWASTA

Agaknya benarlah tengara M.A.W. Brouwer berpuluh tahun yang lalu bahwa Indonesia adalah negeri pegawai. Paling tidak, ini tampak dari membludaknya jumlah pelamar setiap kali ada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Indonesia.

Di kota Tegal saja, misalnya, menurut harian ini Sabtu, 8 Nopember 2008, Badan Kepegawaian Daerah setempat menerima 1468 berkas lamaran CPNS untuk sejumlah formasi yang hanya puluhan saja.

Berbagai alasan dilontarkan sebagai faktor pendorong diminatinya rekrutmen ini; mulai dari trend gaji pegawai negeri yang naik terus (untuk guru negeri saja, misalnya, mulai tahun anggaran 2009 gaji paling rendah adalah 2 juta rupiah), adanya berbagai tunjangan, jaminan hari tua, dll.

Alhasil dengan kondisi lapangan yang seperti ini, status mereka di masyarakat menduduki posisi terhormat. Kalaupun ada pegawai negeri yang berlaku amoral, paling hanya dikenai sanksi administratif saja, atau dimutasi dari jabatannya semula. Gaji, berbagai tunjangan, dan jaminan masih tetap mereka terima. Hmm … tawaran menggiurkan bagi orang-orang yang tak mau berisiko, harapan besar untuk mereka yang ingin hidupnya tentram dan damai. Pilihan realistis di negara-negara yang sudah makmur.

Adapun bagi negeri-negeri di masa yang tengah dibelit krisis keuangan global seperti saat ini, menjadi orang swasta lebih realistis, dan akan menginspirasi banyak orang lain untuk menggerakkan roda perekonomian.


Dunia Swasta

Tentu saja, konstatasi perekonomian suatu bangsa lebih dijalankan oleh ke-(wira)-swastaan daripada oleh pemerintah. Pemerintah sebaiknya cukup dipandang sebagai regulator / fasilitator saja, sedang yang berperan penting dalam hal ini adalah pelaku dunia ekonomi.

Di lapangan, perusahaan kecil yang beromset ratusan ribu rupiah lebih berperan menghidupi orang banyak daripada gaji seorang pegawai negeri yang jutaan rupiah.

Omset pengusaha ratusan ribu ini “diputar” lagi untuk modal produksi berikutnya, selain tentu saja, untuk konsumsinya sendiri. Sedang gaji pegawai negeri jutaan hanya cukup (bahkan seringkali tidak cukup) untuk kegiatan konsumsi saja.

Jelas saja, pengusaha kecil ini lebih berjasa untuk dirinya sendiri (dan karyawannya), daripada pegawai negeri yang berkonsumsi hanya untuk keluarganya saja.

Dalam skala yang lebih besar, pengusaha multi nasional merekrut lebih banyak tenaga kerja dengan upah yang setara dengan kualitas kerjanya, sedang korps pegawai negeri hanya segelintir kecil dengan penghasilan tetap untuk kualitas kerja yang tidak menentu. Bila jumlah pelayan masyarakat ini pun ditambah, ini berarti menambah beban anggaran negara untuk sektor belanja gaji mereka.

Jika potensi korupsi sama-sama besar, maka yang terjadi dunia swasta hanya akan berakibat pada pihak-pihak yang terlibat dengan pelaku, sedang korupsi di pemerintahan, dampak buruknya akan ditanggung oleh seluruh rakyat, bahkan bayi yang baru lahir.

Menurut sebuah survei, jumlah pegawai pemerintah pada negara-negara yang sudah maju hanya sekitar 2% saja dari keseluruhan jumlah penduduk. Dari sini kemudian disimpulkan bahwa sedikitnya pegawai negeri (dan banyaknya pelaku ekonomi swasta) berkorelasi nyata dengan pertumbuhan perekonomian yang signifikan. Sayangnya tidak ada contoh negara dengan jumlah pegawai pemerintahan yang prosentasenya besar. Namun sangat mudah diprediksi bahwa ketergantungan korps pegawai negeri terhadap pemerintah yang berkuasa adalah suatu kondisi yang mengkhawatirkan, terlebih lagi situasi dunia yang semakin rentan konflik (ingatlah ketika Perdana Menteri Ismail Haneya di Palestina tak mampu menggaji jajaran pemerintahannya karena tak mendapat dukungan dari Barat)

Dari segi ketahanannya pun, orang-orang swasta lebih teruji dari para amtenar ini. Konon sewaktu krisis moneter satu dekade yang lalu terjadi, sektor riil, pemilik usaha kecil-kecilan, mampu bertahan, sedang perusahaan-perusahaan dengan omset besar dan korps pegawai negeri hanya ikut membengkakkan jumlah utang luar negeri yang mencapai ratusan trilyun rupiah.

Dengan demikian, menjadi orang swasta, selain tidak ikut menambah beban anggaran negara, juga menginspirasi orang untuk hidup mandiri, suatu elan vital yang saat ini memang sudah kian tergerus common sense sempit.



* Guru MI NU 01 Sutapranan Kec. Dukuhturi Kab Tegal, anggota Forum Guru Sekolah Swasta Kabupaten Tegal, & tidak pernah mengikuti rekrutmen CPNS

lintasberita
Powered By LintasBerita

No comments:

LEAVE YOUR MESSAGE HERE ...


Free chat widget @ ShoutMix